Thursday, October 28, 2010

Tiba- tiba aku ingin menjadi Ibu



Bu, apa kabar?

Sesak dadaku mendengar suara paraumu tadi via ponsel. Akhirnya ibu sembuh sama dengan keadaanku sekarang. Meski di hari-hari kemarin aku tak begitu kuat mengusir rasa sakit yang didera tubuh ini tapi pikiranku lebih mengkhawatirkanmu disana. Siapa yang kan menuruti semua permintaanmu ketika sakit? Siapa yang mencuci pakaian? Membantumu memasak dan yang menjaga toko kecil kita? Pekerjaan-pekerjaan rumah yang kuambil alih tiap kali aku pulang untuk menjengukmu dan ayah di kampung halaman .

Bu, perempuan kecilmu ini ingin banyak mengucap terima kasih atas setiap rasa sayang yang kau beri disepanjang usianya. Juga setiap doa yang kau terbangkan ke langit untuk kebaikannya. Dengan apa aku membalas hari-hari perempuan tangguh yang kerap disibukkan dengan mengurus kami, suami dan anak-anakmu.

Bu, tiba -tiba aku ingin menjadi ibu. Ketika aku terkesiap mendengar seorang anak dengan nada keras mengumpat menyebut nama seekor binatang pada teman sepermainannya entah apakah karna tidak di ajari perkataan baik oleh orang tua atau lingkungan yang kini membentuk pribadinya. Dan lagi-lagi membuatku berjanji dan mematri harapan semoga kelak anak-anakku terjaga dari hal-hal yang merusak akhlaq.

Bu, lihatlah kini para remaja perempuan kita yang leluasa memakai rok mini, mamakai baju dengan ukuran “small size”, tak merasa malu mengenggam erat jemari lelaki yang bukan muhrimnya. Ternyata masih panjang jalanku untuk memperbaiki linkungan juga terlebih dahulu memperbaiki diri. Dan aku meminta pada Tuhan jadikan aku dan anak-anakku nanti menjadi penerang bagi yang lain.

Bu, hari ini aku bertemu anak kecil yang meminta-minta sewaktu makan di kantin. Sebenarnya aku tak suka memberi mereka uang karena aku tak tahu setelah ini untuk apa uang yang didapatnya. Baiklah besok jika kami dipertemukan lagi aku ingin memberi kue atau roti. Semoga suatu hari anakku bisa memberi melebihi apa yang kuberi hari ini pada orang lain.

Dan semoga aku bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anakku juga untuk anak-anak itu yang tak lahir dariku tapi lahir di rongga hatiku, doa yang kuucap lagi dalam hati ketika merasakan pilu yang sama bu, tiap kali melihat pengamen-pengamen kecil bernyanyi di jalanan saat matahari begitu terik. Mencari rupiah demi rupiah. Bukankah jalanan bukan tempat yang baik untuk anak sekecil mereka, seharusnya seusianya ia lebih menikmati ruang besar berfikir subyektif. Menikmati waktu bermain yang lebih panjang ketika menyulap tongkat menjadi pedang, kayu menjadi senapan dan meja menjadi perahu.

Ah, tiba-tiba aku ingin menjadi ibu. Perempuan yang memiliki syurga di telapak kakinya. Ingin memiliki cinta seperti yang kau punya, cinta tanpa pamrih. Cinta yang membuat malam-malammu penuh doa untuk orang-orang yang kau cintai. Cinta yang melahirkan pengorbanan tak bertepi. Cinta yang ajaib. Seajaib hatimu.


Pontianak, 28 oktober 2010.

Sore menjelang.

Vitha Civtany Yolandary

0 komentar: