Sore itu saya menemani salah seorang murid menghafal surah
Al-Bayyinah. Sebelumnya Indah (kelas 3 SD) sudah bisa menghafal empat dari delapan ayat.
Detik jam dinding terus berpindah ke arah kanan. Namun ternyata Indah
belum juga berhasil menghafal ayat ke lima.
“Ibu, masa’ hampir satu jam Indah belum ada hafal satu ayat.” celetuknya
sambil memegang selembar kertas bertulis surah Al-Bayyinah dengan huruf
alphabet, tulisan tangannya, setalah saya memperingatkan waktu sudah mendekati
jam lima sore lebih. Indah sendiri belum lancar membaca Qur’an.
“ Indah akan lebih mudah hafal kalau membagi satu ayat ini jadi
beberapa bagian.”
“Oh iya, juga jangan sambil main dulu.” Saya berucap pelan seraya menatapnya lekat.
“ Ibu sih enak bisa hafal, Indah nih capek.” Ia merengut.
Kata-katanya benar. Saya membatin, betapa saya masih belum bersabar. Saya
kembali menuntunnya memisahkan kalimat demi kalimat dalam ayat tersebut. Kemudian
kami membuat tabel penilaian per-ayat.
Jika ayat pertama dan seterusnya sudah hafal saya menandainya dengan tanda
centang namun jika tidak akan diberi tanda silang. Ayat yang sudah ia hafal
dengan baik akan mendapat skor 10.
“Indah bisa kok. Fighting!” Saya berusaha menyemangati. Indah
menyambut ucapan saya dengan tawa.
Saat ayat kelima mendapat skor 5 yang artinya baru sebagian saja dari
ayat tersebut yang ia hafal, Indah sudah tersenyum senang.
Masih dengan kepayahan, Indah ingin menghafal lagi. Berkali-kali agar mendapat skor 10.
Menit berganti. Sore sudah memperlihatkan mendung. Hingga akhirnya…
“Alhamdulillah..”
indah mengucap hamdalah dengan mata binar dan senyum manisnya yang
lebih lebar. Dan tentu saja dengan perasaan lega. Setelah saya menyimak ayat ke lima sudah tuntas ia hafal. Senang
sekali melihat ekspresi Indah mengucap kalimat pujian itu. Ia mengajari saya sesuatu bahwa perbaikan diri perlu kegigihan.
Semoga engkau senantiasa diberi kemudahan dalam memahami Al-Quran, nak..
VCY, sisiungu.
oktober 2012
0 komentar:
Post a Comment