Monday, July 27, 2009

Sabar yang Tak Habis



Sabar yang Tak Habis



Ia adalah salah seseorang yang menjadi cermin hidup saya. Satu dari mereka yang mengajari saya banyak hal, dan tempat menggali kebaikan yang lain. Gaya bicara lembut dan sosok sederhana melekat padanya. Ada pelajaran berharga yang saya peroleh dari guru ngaji saya yang satu ini, yaitu nilai kesabaran yang lebih. Dalam sejarah umur saya baru kali ini menemukan seorang yang begitu sabar seperti dirinya, dalam keseharian hidupnya. Kesabaran yang sering tampak dimata saya ketika beliau menghadapi dua anaknya yang masing- masing berumur kurang lebih enam dan empat tahun.


Agenda pekanan yang kebanyakan berlangsung dirumah beliau disanalah tempat saya menyaksikan cuplikan demi cuplikan kesabaran hatinya. Beliau mempunyai anak lelaki sulung masih TK yang manja dan si bungsu yang sedikit kelaki-lakian. Satu diantara cuplikan kesabaran adalah seperti biasa jadwal rutin bedah buku dilaksanakan, dan biasanya untuk presentasi beberapa kami menggunakam laptop. Layaknya menemukan mainan baru, laptop bagi putra sulungnya adalah benda yang paling membuat penasaran dan antusias maka sudah dipastikan ceremony bedah buku ini sering terganggu olehnya. Ada-ada saja yang ia lakukan jika kami sedang presentasi, keyboard yang diutak atik, screen yang ditutup dengan tangannya bahkan kadang lagi sedang semangatnya presentasi benda ini diangkut dan dipindah posisikan olehnya. Kemudian saya hanya tergugu mendengar kalimat yang lahir dari mulutnya, “Anak sholeh, anak baik, jangan ganggu umi liqo, kan laptopnya mau di pake amah”atau dengan kalimat lain “Besok-besok amah ndak mau lagi minjamkan laptop kalau abang suka ganggu kayak gini” sambil menatap wajah anaknya dalam-dalam. Tapi beragam teguran yang lembut itu tetap saja tak dihiraukan Si sulung.


Ada lagi kejadian dari tingkah putri kecilnya yakni merebut buku materi yang dipakai ibunya untuk mengisi pengajian kami dan tak ingin ditukar dengan yang lain apa pun bentuk buku pengganti itu, atau saat Si sulung dan putrinya memperebutkan sesuatu hingga menyisakan tangis keduanya. Seringkali cuplikan yang sama berulang namun semua kerepotan yang dibuat kedua anaknya selalu dihadapinya dengan sabar tanpa pernah mengeluarkan nada keras serta kalimat kasar.


Ada air mata yang menitik dalam hati terdalam, saat membandingkan kesabaran saya dengan beliau. Sungguh, saya perlu banyak belajar dari beliau tentang sabar yang utuh. Bukan hanya menghadapi tingkah adik laki-laki kelas satu SD yang memiliki watak keras, atau menghadapi Indah, adik privat yang baru memasuki dunia TK dan sering menguras ide untuk merayunya agar tak bosan belajar, namun juga kesabaran ketika menghadapi ujian hidup yang sering hadir tanpa permisi.




Nb. Kepadamu, trima kasih tlah mengajariku beragam kebaikan. Rangkuman kisahmu belumlah sempurna kutulis dan belum selesai kubaca, namun cukuplah kesabaran hati yang mewakili kelebihan sikap yang engkau miliki. Semoga kita berpisah untuk bertemu di jannahNYA, Murrobbiku yang kucintai karna ALLAH.


Pontianak, 26 Juli 2009

6:25 pm di suatu minggu pagi.

3 komentar:

Dini Haiti Zulfany said...

pada mempersembahkan postingan untuk murobbi nih :D

dini juga. malahan dengan terangterangan disebotkan namenye wekekeke... saking cintenye same beliau yang dini kasi panggilan penuh cinta: Irreplaceable

sisiungu said...

Maklum din, cerita Orang2 spesial indah untuk di tulis, ditambah sekarang kita udah berpisah :( Taulah kaka...yang namenye si Ningrum itu ya ujungnya..bener nda?? ^_^

Dini Haiti Zulfany said...

itu betul :D