Showing posts with label Para Perempuan. Show all posts
Showing posts with label Para Perempuan. Show all posts

Wednesday, August 1, 2012

Sepuluh Pesan Al Qarni untuk Muslimah

                                                                          
                                                                by. CarolynCochrane




KEMULIAAN wanita digambarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Dalam sabdanya beliau mengatakan, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.“ (HR. Muslim).



Bagaimana ciri-ciri wanita Muslimah sebagaimana diharapkan Islam? Al Qarni mencatat 10 ciri perempuan yang dikategorikan Muslimah;


Pertama, Muslimah adalah orang yang beriman kepada Allah sebagai Tuhannya, Muhammad sebagai Nabi panutannya, dan Islam sebagai agamanya. Pengaruh keimanan itu terlihat melalui ucapan, perbuatan, dan keyakinannya. Dia selalu menghindari hal-hal yang dimurkai Allah, merasa takut terhadap siksa-Nya yang pedih, dan tidak mau menentang perintah-Nya.



Kedua, Muslimah selalu memelihara shalat lima waktunya lengkap dengan wudhu dan kekhusyu’annya, yang dikerjakan tepat pada waktunya masing-masing. Tiada sesuatu kesibukan pun yang dapat membuatnya lalai dari ibadah dan shalatnya. Pengaruh dari shalatnya itu terlihat pada dirinya, karena sesungguhnya shalat itu dapat mencegah pelakunya dari melakukan perbuatan keji dan munkar. Shalat adalah benteng yang besar terhadap berbagai macam kedurhakaan.



Ketiga, Muslimah senantiasa mengenakan jilbabnya dan merasa terhormat dengannya. Karena itu, tidaklah sekali-kali ia keluar dari rumahnya melainkan mengenakan jilbab. Dia bersyukur kepada Allah yang telah memuliakannya dengan jilbabnya. Dia menyadari, jilbab adalah untuk memelihara dan mensucikan kehormatannya.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً


Allah berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuannya, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Al-Ahzaab: 59)


Keempat, Muslimah selalu antusias untuk menanti suaminya. Dia bersikap lembut kepadanya, menyayangi, mengajaknya kepada kebaikan, dan mengharapkan kebaikan baginya. Dia juga melayani kenyamanannya, tidak berani meninggikan suara kepada suaminya, dan tidak pernah berbicara kasar kepadanya.


Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, “Apabila seseorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, puasa di bulan Ramadhannya, dan taat kepada suaminya, niscaya dia akan masuk surga Tuhannya.”


Kelima, Muslimah mendidik anak-anaknya untuk taat kepada Allah. Dia menanamkan aqidah yang benar ke dalam jiwa mereka, dan menyuburkan dalam kalbu mereka kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhkan mereka dari kedurhakaan dan akhlak yang buruk.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahriim: 6)


Keenam, Muslimah tidak boleh sendirian bersama laki-laki lain yang bukan muhrimnya. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, “Tidak sekali-kali seorang wanita sendirian bersama seorang laki-laki (lain) kecuali yang ketiganya adalah setan.”


Ketujuh, seorang Muslimah tidak pernah menyerupai laki-laki dalam berbagai hal yang khusus hanya bagi kaum laki-laki. Dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki.”


Dan Muslimah tidak pernah menyerupai wanita-wanita kafir dalam berbagai hal, yang menjadi ciri khas mereka. Contohnya dalam hal pakaian dan penampilan. Karena dalam sebuah hadits, Nabi bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”


Kedelapan, wanita Islam adalah wanita yang selalu menyeru ke jalan Allah di kalangan kaumnya dengan kata-kata yang baik. Dia juga mengunjungi tetangganya melalui hubungan telepon, meminjamkan buku-buku islami dan kaset-kaset islami. Dan dia selalu mengamalkan apa yang dikatakannya dan berupaya keras untuk menyelamatkan dirinya dan saudari-saudari seiman dari azab Allah.


Dalam sebuah hadits, Rasulullah berkata, “Sungguh, jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan melaluimu, itu lebih baik bagimu daripada unta berbulu merah.”

Kesembilan, Muslimah selalu memelihara kalbunya dari hal-hal yang syubhat dan nafsu syahwat. Ia memelihara matanya dari melihat yang diharamkan, menjaga telinganya dari mendengar nyanyian (setan), dan kata-kata yang mesum lagi fasiq. Demikian juga ia menjaga anggota tubuh lainnya dari melakukan pelanggaran. Dan dia meyakini bahwa semua yang dilakukannya itu adalah realisasi dari ketaqwaannya.


Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, “Hai manusia, merasa malulah kalian kepada Allah Yang Maha Haq dengan sebenar-benar malu. Malu yang sebenar-benarnya kepada Allah ialah dengan memelihara kepala dan semua anggota yang ada padanya, memelihara perut dan semua isinya, dan mengingat kematian serta cobaan. Barangsiapa yang menghendaki pahala akhirat tentu menghindari perhiasan duniawi.”


Kesepuluh, Muslimah senantiasa menghargai waktu. Dia tidak akan pernah membuang-buangnya dengan sia-sia, dan senantiasa menjaga malam dari siang harinya agar jangan mencabik-cabik dirinya. Karenanya, dia tidak pernah mengumpat, mengadu domba, mencaci atau melakukan hal-hal yang melalaikan dan melenakannya dari hal-hal yang sangat penting dan berguna bagi dirinya.


وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَهُمْ لَعِباً وَلَهْواً وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا


Allah berfirman, “Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan sendau-gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.” (Al-An’aam: 70)


Dan Allah telah berfirman sehubungan dengan kaum yang menyia-nyiakan usia yang pada akhirnya di hari kiamat nanti mereka mengatakan sebagaimana yang dikisahkan oleh firman-Nya, “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu, sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.” (Al-An’aam: 31)


Friday, April 20, 2012

Kisah Khadijah


Berbicara sahabiyah maka saya selalu dan paling kagum pada sosok Khadijah, istri pertama Rasulullah yang paling beliau cintai. Sungguh, begitu berbahagialah Khadijah karena keistimewaannya Allah berkenan memberi hadiah sebuah kabar gembira tentang rumah terbuat dari permata yang dibangun untuknya di surga.

Nah, berikut ini beberapa twit yang saya ambil dari Promedia tentang Kisah Khadijah. Saat membacanya saya banyak bercermin pada wanita spesial ini pun ada perasaan yang seolah diaduk-aduk. Semoga banyak pembelajaran dapat dipetik dan semoga menginspirasi kita J

1.    Wanita terbaik bukan dia sukses dlm karirnya, tapi wanita yg berhasil menyukseskan karir suaminya. Seperti Khadijah ra.#KisahKhadijah

2.      Rasulullah saw brsabda "… Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada khadijah. ...#KisahKhadijah

3.    "...Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku. ...#KisahKhadijah

4.      "...Ia beriku harta saat semua org enggan. Dan darinya, ku peroleh keturunan, yg tdk kuperoleh dr istri yg lain” -Hr Ahmad #KisahKhadijah

5.    Dialah Khadijah binti Khuwailid ibnu Asad ibnu Abdil Uzza. Istri prtama Rasulullah saw yg menerima salam dr Allah & Jibril #KisahKhadijah

6.     Khadijah dijuluki ath-Thahirah yakni yg bersih & suci. Ia lahir di rumah yg mulia & terhormat kira2 15 thn sblum thn gajah #KisahKhadijah

7.    Khadijah tumbuh dlm lingkungan keluarga yg mulia dan pd gilirannya beliau mnjadi seorang wanita yg cerdas, teguh, & agung.#KisahKhadijah

8.     Khadijah prnah dinikahi oleh Abu Halan bin Zurarah yg membuahkan 2 org anak. Lalu wafat, kmudian nikah lg ke Atiq bin A'id #KisahKhadijah

9.     Pd suami yg terakhir ia cerai. Setelah itu bnk dr pemuka2 Quraisy yg menginginkan beliau, ttp bnyk yg ditolaknya. #KisahKhadijah

10. Penolakan tsb krn keinginan utk fokus mndidik putra-putrinya, jg sibuk mengurusi perniagaan yg menjadikannya seorang kaya#KisahKhadijah

11.  Khadijah sering pekerjakan org Quraisy pd perniagaannya. Ia pun memperkerjakan Muhammad (muda) krn mndengar kejujurannya. #KisahKhadijah

12.   Dr hasil dagangan yg dikerjakan Muhammad, bnyak laba yg diperoleh. ia sukses berdagang lantaran karena akhlaknya yg mulia#KisahKhadijah

13. Khadijah merasa gembira dr hasil usaha Muhammad, akan tetapi ketakjuban thd kepribadian Muhammad lbh besar dr smua itu.#KisahKhadijah

14.  Munculah perasaan #JatuhHati Khadijah kpd Muhammad. Pemuda ini tdk sbgmana kbanyakan laki2 lain. #KisahKhadijah

15.   Khadijah jg alami masa galau. mungkinkah ada pemuda yg mau menikahinya mengingat umurnya sudah capai 40 tahun??#KisahKhadijah

Saturday, March 17, 2012

Keadilan Perempuan dalam Islam




Kali ini cuman ingin men-share apa yang pernah saya twitkan. Sekedar hal-hal yang saya pahami dalam buku (kalo gak salah) Antara Imperealisme Perempuan Barat dan Keadilan Perempuan dalam Islam. Semoga mencerahkan pemahaman kita :)

1. Pendidikan merupakan sarana efektif untuk merealisasikan tipu daya, agar maksud dan tujuan Barat dapat terealisasi #perempuan

2. senjata ini digunakan dengan cara meracuni pikiran dan jiwa kaum perempuan, shg mereka phobi terhadap islam dan segala ajarannya.#perempuan

3. oleh karena itu dibangun sekolah perempuan oleh kaki tangan imperialisme #perempuan

4. Barat mbentuk opini kaum, bhw Islam tdk memperlakukan kaum perempuan secara adil dan manusiawi, dan tdk mmperhatikan hak-hak #perempuan

5. setelah itu,org2 Barat menunjukkan alternatif solusi bhw ajaran dan hukum Barat merupakan satu2nya ajaran yg sanggup & memelihara hak#perempuan secara utuh

6. Metode tersebut cukup ampuh. Kaum Muslimin mulai mengalami degradasi kepribadian atau broken personality #perempuan

7. #perempuan berperan utama dlm pendidikan anak2 dan generasi mendatang, shg Barat memanfaatkannya utk menanamkan ideologi dan pendidikan.

8. "Islam memperlakukan tidak adil", dlm pndangn ini kaum Muslimin terpecah mjd 2: klpk pertama yg tdk brhubungan dgn islam selain formalitas.

9. klpk ke2,memiliki pndangan yg kuat thd islam dn ajaranya tp ttp jg mpercayai pandangn Barat yg pmbelaanya lbh dialektika emosi dibanding rasional

10. Kondisi diperparah, dg anggapan sebagian umat Islam bhw #perempuan di Barat memiliki kemerdekaan, hak terjamin, dan bisa menikmati eksistensi.

11. skrg, mari bicara ttg kedudukan #perempuan yg sesungguhnya dlm islam dan bukan merupakan pembelaan kamuflase.

12. a. Hak hidup: hak hidup mrupakan hak lelaki dn perempuan secara setara. Nabi Muhammad dlm salah satu sabdanya pd perang Hunain

Saturday, November 20, 2010

Perempuan Menangis








Mungkin kau benar
dan kali ini aku mengiyakan keinginanmu
meski aku masih bertanya
dimana letak hati lelaki itu?
apa isi kepalanya?
manusia sembilan pikiran
yang mengagung-agungkan logika
melenyapkan rasa

Sunday, July 12, 2009

Perlunya Pengetahuan Hidup bagi Wanita

Perlunya Pengetahuan Hidup bagi Wanita
oleh : Iswanti

Saya pernah membaca kisah seorang wanita pengusaha yang memulai usahanya dari nol. Uniknya si ibu muda ini dulunya pernah mengenyam bangku kuliah sebuah universitas swasta terkenal di Jakarta. Semasa kuliah ia aktif dalam salah satu organisasi di kampusnya. Setelah menikah ia tinggalkan semua aktifitas di luar, karena sang suami yang seorang pengusaha menginginkan ia menjadi seorang ibu rumah tangga sejati yang hanya mengurusi rumah tangga dan anak-anaknya.

Kisah usaha ibu muda ini berawal dari kegagalan usaha sang suami yang berujung pada kebangkrutan. Sang suami saat itu mengalami depresi karena kegagalannya tersebut. Melihat kondisi seperti itu, wanita tegar ini langsung berinisiatif untuk menghidupkan kembali salah satu usaha milik suaminya. Saat itu yang masih mereka punyai hanya beberapa unit mesin jahit bekas usaha konveksi suaminya.

Dengan semangat ia mulai mempelajari teknik membuat pola dan menjahit hingga akhirnya ia bisa membuat sebuah blazer yang kemudian ia jajakan contoh jahitannya itu dari satu toko ke toko lain di sebuah pasar di Jakarta.

Awal usahanya ini memang berat, toko-toko yang ia datangi menolak contoh jahitannya itu. Beberapa hari kemudian akhirnya sebuah toko bersedia menjual blazernya. Dan ternyata kegigihannya membuahkan hasil; blazernya laku keras, orderan pun mengalir deras, hingga akhirnya ia bisa mempekerjakan banyak karyawan, memperbesar usahanya dan tentu saja berhasil menyelamatkan biduk rumah tangganya yang hampir karam.

***

Baru-baru ini ada kisah menarik tentang seorang ibu muda berusia 34 tahun asal Wonocolo Surabaya. Ia adalah seorang pengusaha mikro lulusan sekolah menengah atas. Pada tanggal 18 November yang lalu ia menghadiri sekaligus berbicara di Ruang Konferensi II Markas Besar PBB setelah memenangi lomba Micro Credit Award 2005 yang diselenggarakan oleh Kantor Menko Perekonomian. Ia berada di forum internasional yang dihadiri 250 delegasi negara anggota PBB itu untuk menghadiri pencanangan Tahun Kredit Mikro Internasional 2005.

Penuturan ibu muda berputra tiga orang ini tentang usaha kecilnya mengundang decak kagum siapa pun yang hadir saat itu. Ia tidak hanya telah berhasil mengembangkan usaha membuat pakaian, tas, aksesori, dan barang kerajinan dari kain atau percanya yang diawalnya pada tahun 1998 dengan hanya bermodalkan uang 500 ribu rupiah itu dengan secara profesional tapi juga ia telah berhasil membina dan memberdayakan para pekerjanya yang 80 persen adalah tuna daksa.

Atas hadiah yang diterima, ia mengatakan uang itu akan digunakan membangun paviliun guna menampung para tuna daksa dan remaja putus sekolah yang dilatih di rumahnya, karena selama ini para pekerjanya tidur di setiap celah yang ada di rumahnya.

***

Seperti kata Ibu Dewi Sartika, salah satu Pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia, bahwa wanita harus mempunyai pengetahuan untuk hidup. Perkataannya itu keluar sebagai kesadarannya yang timbul setelah bapaknya yang seorang patih di Bandung meninggal dunia, dan kekayaan keluarganya disita oleh pemerintah Belanda. Saat itu usianya masih belasan tahun, tapi Dewi sartika dan ibunya harus berjuang untuk hidup.

Ya, wanita memang harus mempunyai pengetahuan untuk hidup. Ada kalanya kehidupan datang tidak seperti yang kita inginkan. Seperti kejadian ibu muda di atas yang tiba-tiba harus berjuang menyelamatkan rumah tangganya. Beruntung si ibu ini pernah mengenyam pengalaman berorganisasi sehingga pada dirinya sudah tertanam keterampilan interpersonal yang baik juga semangat untuk berjuang dan belajar. Bagaimana halnya jika hal ini terjadi pada wanita yang selama hidupnya serba lancar-lancar saja, maksudnya belum pernah mengalami terpaan hidup? Bisa jadi ia pun bisa menjadi penyelamat biduk rumah tangganya, tapi bukankah sesuatu yang datangnya tiba-tiba akan memberikan goncangan jiwa yang tidak bisa dianggap enteng?

Banyak para suami, karena terlalu sayang pada istri, tidak mengizinkan para istri untuk bekerja. Hal ini memang bisa dipahami karena suamilah yang bertugas mencukupi kehidupan keluarga. Tapi alangkah baiknya jika para suami pun memberikan keterampilan hidup bagi para istrinya atau memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sehingga istrinya bisa memiliki peranan tidak hanya dalam rumah tangganya saja tapi juga peranan dalam membina lingkungan masyarakatnya seperti halnya ibu muda pengusaha mikro yang saya ceritakan di atas.

Ada juga wanita yang setelah anak-anaknya tumbuh dewasa, baru bisa membantu finansial keluarga ataupun turut aktif dalam mewujudkan keshalehan sosial di lingkungannya. Selama masa-masa membesarkan anak-anaknya, dia tidak pernah berhenti belajar sehingga ketika saatnya tiba dia bisa berperan lebih.

Memang sulit bagi wanita zaman sekarang untuk berperan ganda. Di zaman yang penuh tantangan ini tidaklah mudah mendidik anak sementara dia juga harus aktif di luar rumah, seperti bekerja ataupun aktif dalam kegiatan masyarakat. Jangan-jangan sukses di luar tapi anak-anaknya mengalami degradasi moral akibat kurangnya perhatian orang tua yang sibuk bekerja. Hal ini dikembalikan kepada istri dan sang suami karena ternyata tidak sedikit keluarga yang istrinya bekerja tapi bisa mengantarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang mandiri dan berakhlak baik.

Ada baiknya kita renungkan kembali perkataan Ibu Kita Dewi Sartika juga pengalaman sebagian wanita �petarung�, seperti cerita wanita di atas, tentang pentingnya wanita memiliki keterampilan hidup sejak dini, agar di saat yang tepat mereka mampu berperan lebih dan tampil mandiri tanpa harus merepotkan orang-orang di sekitarnya di saat-saat biduk rumah tangganya berada pada kondisi gawat darurat.



Saturday, May 16, 2009

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Terakhir)

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Terakhir)

Oleh: Sitaresmi S Soekanto
sumber : dakwatuna.com


Kirim

Bila Indonesia benar-benar ingin melakukan perubahan-perubahan dan pembaharuan yang mendasar dan menyeluruh, tak ada salahnya mencoba melongok agenda perubahan yang ditawarkan ulama besar Mesir Hasan Al-Bana karena begitu rinci dan akurat.

Para akhwat seyogianya ikut terlibat dan berperan aktif untuk mewujudkan agenda perubahan tersebut di tengah masyarakat Indonesia.

Hasan Al-Bana mengingatkan agar tidak tergiur dengan system Eropa yang seronok, syahwati tetapi membawa kepada kehancuran dan sebaliknya segera berpaling pada system Islam yang terhormat, penuh dengan nilai-nilai kebenaran, ketegaran, keberkahan dan pengendalian diri.

Beliau membagi agenda perubahan dan pembaharuan tersebut dalam 3 tema besar dengan 50 butir yang melingkupi semua sektor kehidupan manusia.

A. Politik, peradilan dan administrasi.

1. Menghancurkan fanatisme kelompok dan mengarahkan potensi umat Islam secara politik dalam keseragaman orientasi dan kesatuan barisan.

2. Perbaikan undang-undang sehingga sesuai dengan tuntutan syariat Islam dalam setiap cabangnya.

3. Meningkatkan kekuatan pasukan, memperbanyak kelompok pemuda untuk dilatih dan berjihad .

4. Menguatkan ikatan antar wilayah Islam terutama negeri-negeri Arab.

5. Meningkatkan semangat keislaman di kantor-kantor pemerintah sehingga seluruh pegawai merasa butuh kajian Islam.

6. Melakukan kontrol terhadap perilaku pribadi pegawai agar bisa membedakan kepentingan pribadi dan pekerjaan.

7. Menunaikan pekerjaan, tidak ditunda-tunda dan menghindari lembur.

8. Menghapus risywah (suap) dan komisi.

9. Menimbang setiap aktivitas pemerintahan dengan ajaran Islam dan jadwal kegiatan tidak berbenturan dengan waktu shalat.

10. Memasukkan dan melatih ulama untuk bekerja dalam bidang militer dan kesekretariatan.

B. Sosial dan ilmu pengetahuan.

1. Membiasakan masyarakat berpegang pada etika dan kesopanan serta menindak tegas para pelanggarnya.

2. Mengatasi persoalan kaum wanita dengan solusi yang dapat menggabungkan antara peningkatan diri dan sekaligus pemeliharaan kehormatannya sesuai ajaran Islam.

3. Memberantas prostitusi dan zina harus dianggap kejahatan dan kemungkaran yang harus ditindak dan dihukum tegas.

4. Menghancurkan praktek perjudian dengan segala bentuk.

5. Memerangi minuman keras dan obat-obatan terlarang.

6. Memerangi tabarruj, pamer aurat dan mengarahkan para wanita untuk berperilaku sebagai muslimah shalihah.

7. Meninjau kembali kurikulum pendidikan kaum wanita dan melakukan pembedaan sebanyak mungkin di antara kurikulum untuk siswa dan siswi.

8. Melarang siswa dan siswi bercampur baur dalam satu kelas.

9. Memompakan semangat para pemuda untuk menikah, membangun keluarga dan mendapatkan keturunan.

10. Menutup klub-klub malam, panggung tarian maksiat dan sejenisnya.

11. Mengontrol kegiatan pentas dan peredaran film-film dan kaset-kaset (VCD).

12. Menyeleksi nyanyian-nyanyian yang berkembang di masyarakat dan menyediakan alternatif pengganti.

13. Menyeleksi produk siaran radio dan teve yang dikonsumsi masyarakat.

14. Menyita cerita-cerita dan buku-buku porno.

15. Mengatur keberadaan vila-vila agar tidak disalahgunakan.

16. Membatasi waktu buka warung-warung dan mengontrol kesibukan pengunjungnya.

17. Menggunakan warung-warung itu sebagai tempat pengajaran baca-tulis.

18. Memerangi tradisi negatif dalam perilaku ekonomi, akhlak, dan lain-lain.

19. Menjadikan aktivitas menentang hukum Allah sebagai sasaran amar ma’ruf nahi munkar.

20. Menghimpun lembaga pendidikan resmi dan masjid-masjid di kampung-kampung.

21. Menetapkan kurikulum agama sebagai materi pokok di setiap sekolah dan perguruan tinggi.

22. Mendorong kegiatan menghafal al Quran di kantor-kantor dan sekolah serta menjadi syarat kelulusan dan untuk memperoleh ijazah.

23. Menetapkan strategi pengajaran yang baku dalam rangka meningkatkan dan mendongkrak kualitas system pendidikan. Menyatukan kurikulum-kurikulum yang memiliki tujuan beragam.

24. Memberikan porsi cukup bagi mata pelajaran bahasa Arab sebagai bahasa utama.

25. Memberikan porsi perhatian kepada materi sejarah, sejarah nasional, kebangsaan dan peradaban Islam.

26. Memikirkan sarana-sarana untuk menyatukan keberagaman di masyarakat

27. Menghapuskan gaya hidup kebarat-baratan.

28. Memberikan pengarahan yang baik kepada para penerbit dan penulis.

29. Memperhatikan urusan kesehatan masyarakat.

30. Memperhatikan keadaan kampung, menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan penertiban lingkungan, kebersihan, sanitasi serta membersihkannya dari nilai-nilai yang negatif.

C. Ekonomi

1. Mengatur pengelolaan zakat baik penggalangan maupun pendistribusiannya di sektor sosial maupun kemiliteran.

2. Mengharamkan riba dan mengatur system perbankan islami.

3. Mendorong dan menggalakkan kegiatan ekonomi untuk membuka lapangan kerja dalam negeri dan melepaskan diri dari ketergantungan tenaga kerja asing.

4. Melindungi masyarakat umum dari penindasan akibat monopoli

5. Memperbaiki nasib dan gaji para pegawai rendahan dan memperkecil gaji pegawai tinggi.

6. Melakukan pengaturan tugas yang proporsional di kalangan pegawai birokrasi.

7. Memberikan dorongan dan pembinaan kepada para buruh dan tani

8. Memberikan perhatian pada peningkatan keterampilan kerja dan aktivitas sosial

9. Memanfaatkan sebesar-besarnya kekayaan alam untuk rakyat

10. Mendahulukan proyek-proyek yang primer dan mendesak daripada yang sekunder

D. Konsep ‘Ailah (extended family) Sebagai Terobosan Solusi

Melihat begitu luar biasanya agenda perubahan dan pembaharuan serta perbaikan masyarakat yang ditawarkan Hasan Al Banna, yang segera terpikir adalah gambaran sebuah masyarakat yang baik dan diridhai Allah sebagai istilah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuri tidak menjadi slogan kosong belaka.

Sebagai ibu, akhwat pun lalu menjadi berharap banyak bahwa agenda tidak mampu menghasilkan sebuah dunia yang baik, aman dan kondusif bagi tumbuh-kembang dan terpeliharanya iman dan takwa anak-anaknya. Bila tidak bagaimana ia akan dapat menutup mata kelak dengan tenang, meninggalkan anak-cucunya di tengah-tengah dunia yang centang perentang.

Namun yang jelas semua itu tidak akan dengan mudah begitu saja diraih atau diwujudkan dalam sekejap mata tanpa perjuangan keras termasuk dirinya (Ar-Ra’d: 11)

Bila setiap orangtua baik ayah maupun ibu menyadari upaya perbaikan masyarakat akan berdampak langsung bagi kebaikan keluarga dan generasi mendatang kiranya tak akan ada suami-suami yang memprotes kiprah akhwat yang menjadi istrinya. Bahkan ia pun turut bahu membahu memperjuangkan terwujudnya gagasan mulia itu.

Satu solusi jitu ditawarkan oleh Dr. Lois Lamya Al-Faruqi, seorang muslimah Amerika. Beliau membedakan kedudukan dan peran wanita dalam 4 fase sejarah. Fase pertama masyarakat Arab abad ketujuh pra Islam, fase kedua periode awal Islam, fase ketiga abad-abad kemerosotan M) dan fase keempat periode pembaharuan (1900-sekarang).

Dr. Lamya menginginkan bahwa fase pembaharuan ini akan mengembalikan kondisi wanita seperti di masa-masa emas periode awal Islam.

Beliau menawarkan pola ‘Ailah (extended family) atau keluarga besar sebagai suatu lembaga yang dapat memberikan keuntungan yang sangat besar bagi laki-laki maupun wanita, jika lembaga ini eksis di tengah-tengah masyarakat Qur ani.

Beberapa keuntungan kongkret yang di dapat dengan diterapkannya ‘ailah ini akan sekaligus menjadi solusi bagi kegamangan akhwat untuk menyelaraskan tugas-tugas fitrahnya dengan tuntutan untuk menjadi akhwat haraki yang aktif melakukan perbaikan-perbaikan di tengah masyarakatnya.

1. ‘Ailah (extended family) melindungi baik suami/ikhwah maupun istri/akhwat dari sikap egoisme dan kekakuan individualisme.

2. ‘Ailah memungkinkan terbinanya karir maupun aktivitas dakwah akhwat haraki tanpa harus mengorbankan tugas-tugas fitrahnya selaku istri, ibu dan anak dari orang tuanya yang bisa jadi sudah lansia dan ikut tinggal di dalam rumahnya. Di dalam ‘ailah akan selalu terdapat orang dewasa lain untuk membantu istri atau ibu yang bekerja tersebut. Akhwat-akhwat aktivis yang berada dalam ‘ailah tidak akan menderita beban fisik ataupun emosi karena kelebihan beban kerja. Dan ia juga tidak akan merasa bersalah karena mengabaikan tanggung jawab perkawinan, keluarga dan keibuan.

3. ‘Ailah menjamin system sosialisasi yang memadai bagi anak-anak karena ia tidak semata-mata mendapatkannya dari orangtua.

4. ‘Ailah memberikan keberagaman psikologis dan social dalam kebersamaan orang dewasa dan anak-anak.

5. ‘Ailah mencegah kemungkinan terjadinya pemisahan antar generasi, karena dalam ‘ailah hidup 3 generasi atau lebih yang hidup bersama dan berhubungan secara intensif sehingga menjembatani gap di antara generasi.

6. ‘Ailah menghapus masalah loneliness (kesepian) yang terkadang mendera wanita-wanita, laki-laki yang masih melajang atau pun para kakek dan nenek.

7. ‘Ailah dapat memberikan perawatan memadai dan manusiawi bagi para lansia.

Bila kesemua formula tersebut coba kita terapkan ditambah kemampuan bekerja sama secara sinergis di antara akhwat anggota harakah juga dengan masyarakat pendukungnya, insya Allah mudah-mudahan setiap akhwat tidak akan mengalami kegamangan dalam meretas jalan menuju ridha illahi. Wallahu a’lam

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Pertama)

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Pertama)

Oleh: Sitaresmi S Soekanto
Kirim

Indah sekali perumpamaan yang diutarakan Syaikh Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqhul Aulawiyaat atau skala prioritas gerakan Islam jilid satu, ‘Bunga-bunga’ itu tidak tumbuh mekar selain karena laki-laki ingin selalu memaksakan kemauannya, juga karena akhwat muslimahnya yang tidak mau atau memiliki keberanian untuk melepaskan diri dari keterikatan tersebut.

Ya, seharusnya bunga-bunga itu tumbuh mekar dengan leluasa untuk turut mengharumkan jalan perjuangan yang suci ini. Akhwat seyogianya mulai berani memikirkan dan mengambil alih permasalahan-permasalahan mereka sendiri, membuka lahan-lahan dakwah dan amal serta menangkis dengan tegas suara-suara sumbang wanita-wanita feminis yang diselipkan ke dalam aqidah umat, nilai-nilai dan syariat-syariat Islam.

Dan suara-suara mereka cukup vokal, sekalipun hanya mewakili segelintir manusia yang tidak ada bobotnya di dunia apalagi dalam agama. Namun dalam kenyataannya menurut Yusuf Qardhawi pula, aktivitas dakwah Islam di bidang kewanitaan saat ini masih lemah. Hal tersebut nampak dari lemahnya kepemimpinan wanita untuk mampu berdiri sendiri menghadapi arus sekularisme, marxisme dan feminisme secara tangguh.

Kondisi tersebut boleh jadi disebabkan oleh dua kemungkinan, yang pertama ialah sikap ananiyah atau egoisme laki-laki yang selalu berusaha mendominasi, mengkomando, mengarahkan dan menguasai urusan akhwat. Mereka tidak memberi kesempatan dan peluang kepada para akhwat untuk membina bakat, keterampilan dan kemampuan untuk berjalan sendiri tanpa dominasi para rijal.

Penyebab kedua datangnya justru dari diri akhwat sendiri yang tidak memiliki keberanian dan kepercayaan diri yang cukup serta kurang kuatnya kerja sama di kalangan mereka.

Padahal menurut Yusuf Qardhawi kepeloporan dan kejeniusan bukan hanya milik laki-laki saja. Bahkan dalam pengamatan beliau selaku dosen, mahasiswi-mahasiswi umumnya berprestasi akademik lebih baik dibanding mahasiswa-mahasiswanya karena lebih tekun. Sehingga selayaknya mereka bisa eksis bila mampu menunjukkan kepeloporan dan kepiawaiannya dalam bidang dakwah, ilmu pengetahuan, pendidikan, sastra dan lain sebagainya.

Satu hal yang kontras dengan semangat awal Islam yang memuliakan dan memberdayakan muslimah, ditemui Yusuf Qardhawi justru di zaman kiwari ini. Beliau mengkritik menyusupnya pemikiran ekstrim mengenai hubungan laki-laki dan wanita serta peranan wanita di tengah masyarakat. Aliran pemikiran ini mengambil pendapat yang paling keras sehingga mempersempit ruang gerak wanita. Sehingga dalam pertemuan beliau dengan akhwat di Manchester, Inggris dan di Aljazair, beliau mendapati kondisi tersebut bahwa akhwat dibatasi dalam mengikuti forum-forum diskusi yang luas dan bahkan sekadar untuk menjadi moderator di acara yang khusus untuk mereka pun masih dianggap harus digantikan laki-laki.

Padahal sejak permulaan lahirnya dakwah, gerakan Islam telah memberikan porsi bagi peranan wanita. Dan di sebuah gerakan dakwah Islam terkemuka seperti Ikhwanul Muslimin yang didirikan di Mesir, ada seksi khusus wanita yang disebut Al Akhwat Al Muslimat.

Namun orang-orang yang berhaluan keras memakai dalil surat al Ahzab ayat 33, “waqarna fibuyuutikunna…” mereka berdalih, “kenapa kalian menuntut wanita agar memegang peran yang menonjol dalam gerakan Islam? Ikut bergerak dan memimpin serta menampakkan keberadaannya dalam gerbong amal islami, padahal mereka telah diperintahkan untuk tinggal di rumah-rumah mereka. ”

Sebagian ahli tafsir mengatakan ayat tersebut khusus berlaku untuk para istri Nabi karena kesucian dan keistimewaan mereka yang berbeda dari wanita-wanita lain pada umumnya. Sementara ahli tafsir yang lain mengatakan seandainya pun ayat tersebut ditujukan untuk para wanita pada umumnya, maka hal tersebut lebih merupakan arahan stressing keberadaan wanita yang harus lebih banyak di rumah. Namun tentu saja bukan berarti tidak boleh keluar rumah untuk menuntut ilmu, bermasyarakat dan mengerjakan kebajikan-kebajikan.

Tetapi kenyataan di lapangan atau di dunia realitas tidaklah sesederhana itu, terutama justru bagi akhwat yang sudah menikah. Mereka gamang dalam melangkah. Kadang ia sampai bertanya-tanya sendiri, “istri milik siapa sih?”
Karena selama ini ia tumbuh dalam tarbiyah dan medan harakah ia tidak bisa lagi tutup mata bersikap cuek, apatis atau masa bodoh dengan persoalan-persoalan umat Islam baik skala nasional maupun internasional.

Tantangan-tantangan eksternal umat Islam benar-benar membuatnya geram. Ia sadar benar adanya makar atau konspirasi internasional yang senantiasa menghadang umat Islam (QS. 8:30, 2:120, 2:109, 2:217, 3:118 dan 4:76). Ia pun paham, nubuat atau prediksi Rasulullah SAW bahwa akan tiba suatu masa di mana umat Islam akan menjadi mangsa empuk yang diperebutkan musuh-musuh Islam. Hal itu disebabkan karena umat Islam hanya unggul secara kuantitas tetapi minim dari segi kualitas sehingga membuat mereka tidak lagi disegani oleh musuh-musuh Islam. Ditambah lagi mereka mengidap penyakit wahn yakni cinta dunia dengan cinta yang berlebihan dan takut mati.

Berita-berita di media massa maupun tayangan berita di layar teve kerap membuatnya menangis dan sekaligus ingin memekik menyaksikan kezhaliman Israel Yahudi dan antek-anteknya yang kian merajalela di dunia Islam. Ia ingin berbuat…, ia ingin berdakwah…, ia ingin bergerak….

Namun apa daya persoalan internal yang dihadapi belum juga beres. Selama ini ia sudah bekerja keras menyeimbangkan tugasnya di dalam rumah tangga dengan aktivitas mengikuti ta’lim, mengisi ta’lim, mengikuti baksos untuk orang-orang yang terkena musibah banjir karena jika tidak sigap para missionaris begitu cekatan membantu dengan sekaligus paket pembaptisan. Tetapi rupanya sifat ananiyah (egoisme) dan sense of belonging (rasa kepemilikan) suaminya begitu besar. Tiba-tiba saja ia diminta menghentikan semua aktivitas amal shalehnya dan berdiam di rumah melayaninya dan anak-anak sebagai jalan pintas menuju surga, “Kamu tidak usah repot-repot ngurusin orang, sementara ada jalan pintas menuju surga dengan berbakti pada suami dan keluarga.” akhwat ini pun sebenarnya tak ingin membantah perkataan suaminya, karena ia juga tahu kebenaran tentang besarnya pahala berkhidmat di rumah tangga. Namun apa jadinya dengan sebuah dunia luar yang ingin ia sediakan sebagai bi’ah yang baik bagi anak-anaknya, generasi mendatang. Bukankah ia harus ikut juga berperan untuk itu. Apalagi selama ini ia meniatkan pernikahan adalah satu noktah dari garis perjuangan yang panjang, sehingga menikah harusnya justru akan meningkatkan perjuangannya. Kenyataannya?

Ia sering merasa sedih sementara ia dan banyak akhwat lainnya masih berkutat dengan urusan-urusan internal, para wanita feminis, marxis, liberalis dan missionaris begitu gegap gempita dengan kiprahnya. Mereka memang kecil, sedikit tetapi terorganisir rapi dan memiliki link atau jaringan internasional yang kuat.

Hal tersebut juga terungkap dari pengalaman langsung Yusuf Qardhawi saat berinteraksi dengan para akhwat di Mesir dan Aljazair. Ia banyak menemukan ukhti-ukhti daiyah atau akhwat daiyah yang gesit dan aktif di medan haraki sebelum menikah, tetapi setelah menikah dengan ikhwah yang juga dikenalnya melalui dakwah ia dilarang aktif atau tidak diridhai keluar rumah. Suami-suami seperti ini telah mematikan bara api yang semula menyala menerangi jalan bagi putri-putri Islam.

Sampai ada gadis aktivis dakwah di Aljazair yang menulis surat kepada beliau menanyakan apakah haram hukumnya bila ia melakukan mogok kawin karena takut bila menikah akan menyebabkannya tercabut dari jalan dakwah.

Beberapa akhwat yang pernah penulis temui seusai acara liqa’at ruhiyah akhwat di masjid Al Azhar Jakarta mengutarakan bahwa belakangan ini mereka semakin takwa saja. “Oh ya?”, tanya penulis, berharap itu bahwa dampak positif ikut pertemuan tersebut. “Iya mbak, makin takwa makin takut walimah. Habis takut dapat suami ikhwah yang picik sehingga kita tidak bisa merasakan lagi nikmatnya pertemuan-pertemuan seperti ini.” “Oooh…” gumam penulis, lalu beristighfar berulang kali.

Setiap akhwat insya Allah menyadari bahwa kewajiban terhadap suami dan anak-anak adalah tarikan fitrah yang memang berguna memagarinya agar tidak melesat keluar dari garis fitrahnya selaku istri dan ibu.

Tetapi haruskah hal itu dibenturkan dengan keinginan suci berjihad membela agama Allah? Bahkan Allah SWT berfirman dalam QS. at Taubah ayat 24, bahwa cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya harus diprioritaskan di atas segala-galanya termasuk di atas suami dan anak-anak.

Bagaimana halnya dengan wanita-wanita Afghanistan yang ditemui Zainab al Ghazali di barak-barak pengungsi di Pakistan saat invasi Uni Soviet dulu, mereka telah mempersembahkan segala-galanya, suami, anak-anak, harta dan tanah air mereka demi perjuangan tetapi mereka masih lagi bertanya, “Apa lagi yang bisa kami berikan, korbankan untuk jihad fisabilillah, ya Ibu?” Zainab al Ghazali menjawab dengan penuh rasa haru, “Ada…, kalian masih senantiasa memiliki cinta. Berikanlah cinta, simpati dan doa kalian untuk setiap mujahid yang berjuang di jalan Allah.” Subhanallah! Adakah yang salah dengan mereka, dengan obsesi-obsesi mereka yang luar biasa untuk habis-habisan di jalan Allah?

Belum lagi kisah-kisah indah yang terukir di periode awal Islam ketika Khansa mempersembahkan semua putranya sebagai syuhada di jalan Allah dan bersedih karena tak memiliki lagi putra yang akan dipersembahkannya di jalan Allah.

Begitu pula saling dukung di antara Ummu Sulaim dan abu Thalhah. Agar suaminya tak gundah dan menunda keberangkatannya untuk jihad di jalan Allah, Ummu Sulaim yang hamil tua pun ikut ke medan jihad.

Demikian juga Asma binti Abu Bakar yang sedang mengandung Abdullah bin Zubeir. Di saat hamil tua itu ia berjihad membantu proses hijrah yang sangat luar biasa beratnya. Zubeir bin Awwam sang suami ikut mendukung dan tidak protes, “Ah Asma, kamu tidak realistis, hamil tua seperti ini ikut dalam misi yang sangat berbahaya.”

System Islam yang tegak begitu mendukung kiprah perjuangan muslimah, ditambah team work dan dukungan yang baik di dalam keluarga inti dan dilengkapi pula dukungan sinergis dari komunitas yang ada saat itu. Di saat-saat perang, wanita dan anak-anak yang ikut dikumpulkan di satu tempat dan dikawal ketat oleh beberapa petugas. Dan muslimah-muslimah yang bertugas sebagai tenaga medis dan dapur umum dapat berjihad dengan tenang, sementara anak-anak mereka dijaga oleh wanita-wanita yang sedang tidak bertugas ke medan jihad.

Melihat kisah-kisah indah di atas, seharusnya tak ada ruang tersisa bagi keegoisan dan keapatisan dari ikhwah maupun akhwat.

Kisah-kisah tersebut mengajarkan pada kita dua tugas mulia yakni berbakti di dalam rumah tangga dan berjihad di jalan Allah bukan dua hal yang harus dibenturkan atau dipertentangkan satu sama lain. Dan kebajikan yang satu tak harus meliquidir kebajikan yang lainnya, melainkan menjadi sesuatu yang seiring sejalan secara sinergis.

Sehingga tak ada lagi cerita akhwat yang dipojokkan dan menjadi memiliki guilty feeling (perasaan bersalah), “Ah, dia terlalu aktif sih… jadi anak-anaknya tak terurus.” Atau, “Awas, lho…. Jangan aktif-aktif, nanti suaminya diambil orang.”

Ironis memang, sesama muslimah yang harusnya saling membantu dan mendukung malah memojokkan dan menakut-nakuti kaumnya sendiri yang aktif di medan haraki. Sementara wanita-wanita feminis, marxis, lebaris kompak bersatu menyebarkan kemungkaran.

Tetapi akhwat tak boleh menyerah. Ia memang tak perlu segera menyalahkan pihak-pihak lain yang kurang atau tidak mendukung. Lebih baik ia berpikir positif membangun citra diri akhwat muslimah yang baik, berjiddiyah menjaga keseimbangan dan memiliki kemampuan mengatur skala prioritas. Ia juga harus memiliki kondisi fisik, aqliyah dan ruhiyah yang prima karena ia bekerja di luar kelaziman wanita-wanita lain pada umumnya. Karena ia tidak egois, karena ia memikirkan umat, karena ia punya cita-cita mulia yakni menegakkan syariat Islam dan tentu saja …. karena ia ingin masuk surga dengan jihad di jalan-Nya.

Kisah-kisah indah dalam sirah memang perlu sebagai batu pijakan. Sejarah dapat menjadi sumber inspirasi dan ibrah. Tetapi kita tidak bisa berhenti hanya pada nostalgia-nostalgia kejayaan masa silam, seperti: “Enak ya di zaman Rasulullah wanita benar-benar dihargai dan diberi kesempatan ikut berkiprah dan berjuang. Senang ya, para wanitanya juga saling dukung…”

Secara waqi’, riil yang kini kita lihat dan hadapi adalah kondisi realitas kontemporer yang penuh dengan tantangan-tantangan global. Era globalisasi membuat the world has turned into a small village, dunia sudah berubah menjadi sebuah desa kecil. Laiknya sebuah desa kecil proses interaksi dan saling mempengaruhi terjadi begitu intensif, apalagi teknologi informasi yang berkembang pesat kadang membuat dunia Islam dibanjiri informasi seperti air bah yang juga membawa kotoran-kotoran. Tanpa proses filterisasi, bagaimana jadinya anak-anak kita, wajah generasi mendatang.

Dapatkah kita bersikap apatis pada lingkungan dan dunia luar? Sementara al insan ibnul bi’ah (manusia anak atau bentukan lingkungannya). Jika kita tidak ikut berjuang menghadirkan sebuah lingkungan yang kondusif bagi keimanan dan ketakwaan serta keshalihan anak-anak kita, bagaimana kelak pertanggungjawaban kita kelak di hadapan Allah SWT?

Bukankah Rasulullah pernah mengingatkan para orangtua, “Didiklah anakmu karena ia akan hidup di zaman yang berbeda dengan zamanmu”. Seorang wartawati muslimah yang menghadiri konferensi wanita sedunia yang diselenggarakan PBB tahun 1995 di Beijing mengatakan bahwa konferensi ini merupakan sebuah perang mahal (menghabiskan dana sekitar 68,7 milyar rupiah), besar (dihadiri 25.000 orang dari sekitar 170 negara) dan berbahaya walau tanpa senjata dan luka.

Karena selain menjadi ajang pertarungan kepentingan-kepentngan politik individu-individu dan negara-negara tertentu, serta konflik berkepanjangan antara negara-negara maju (utara) dan negara-negara berkembang (selatan), juga menjadi sarana bagi para penganut paham everything goes (permisivisme) untuk meluluhlantakkan nilai-nilai suci kehidupan perkawinan dan keluarga.

Mereka menghendaki pasangan-pasangan lesbi ataupun gay juga diakui bentuk keluarga yang normal dan sah karena kebebasan orientasi seksual (apakah hetero atau homo) adalah hak asasi. Mereka juga menghendaki legalisasi aborsi dan pendidikan seks yang independen tanpa campur tangan orang tua bagi remaja.

Melihat begitu berat dan kompleksnya tantangan zaman saat ini, dimana akhwat? Haruskah ia tinggal diam, aman dan suci di rumahnya yang indah dan nyaman sementara dunia terus menjadi bobrok dan mengalami proses pembusukan?

Bukankah seharusnya kita takut jika berhenti menjadi wanita shalihah belaka tetapi tidak mushlihah yang melakukan ishlahul ummah. Karena pernah ada satu negri yang akan dihancurkan Allah seperti yang ada dalam QS. 7:4-5, malaikat berucap bahwa masih ada satu orang shalih yang berdzikir, Allah SWT tetap menyuruh negri itu dihancurkan dan justru dimulai dari orang yang shalih tersebut.

Hendaknya kita juga mawas diri terhhadap firman Allah QS. 25:30 bahwa kita harus takut terhadap bencana yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja. Jika kita bersikap pasif dan defensif dalam melihat kemungkinan-kemungkinan di depan mata, kita (seperti dikatakan dalam sebuah hadits) seperti berada di sebuah kapal besar dan berdiam diri melihat orang-orang sibuk melubangi kapal tersebut sehingga akhirnya kita ikut karam bersama kapal tersebut.

Akankah kita terus tinggal diam karena sibuk berkutat dengan urusan keluarga dan dalam negeri yang tak pernah selesai? Percayalah bahwa Allah akan menolong semua urusan kita termasuk keluarga kita jika kita menolong agama Allah (QS. 47:7) karena keberkahan, khairu katsir (kebaikan yang banyak) akan senantiasa melingkupi perjalanan hidup seorang akhwat.