Thursday, June 4, 2009

"Cintailah Siapapun Orangnya"





                                          


Kala senja dengan rinai hujan


Ketika di perjumpaan terakhir kami, ia katakan mohon maaf atas semua kekurangannya dan  tentang segala kerepotan yang menurutnya ia bebankan padaku. Ia masih mengingat dengan baik semua hal yang katanya itu adalah kebaikanku, yaitu saat ia meminta untuk menemaninya membeli beberapa barang keperluan dalam rangka kepindahannya ke kota kelahiran karena diterima menjadi guru di sana. Itu adalah kali pertama aku jalan-jalan bersamanya setelah beberapa minggu kami berkenalan.


Kisah kami di episode tarbiyah cuma sepenggal, tak lama. Kalau dapat kuhitung hanya berkisar kurang lebih 4 bulan. Pernah ada tanya yang menggantung, " Mengapa Ia begitu berbeda dari sosok para murobbiku sebelumnya?" Dulu muatan materi benar-benar terasa menyentuh mentalitasku, mengerakkan semangat, yang setiap pulang dari jadwal pekanan itu aku selalu merasa mendapat beragam "oleh-oleh". Namun saat bersamanya aku seperti tak menemukan sesuatu yang kucari. Ah, barangkali hati kami belum tersambung, kupikir.


Namun saat terlontar kata-kata perpisahan darinya hari itu, kala senja dengan rinai hujan. Nuansa hatinya mulai dapat kurasa. Buliran bening yang hampir jatuh disudut mata segera kutahan karena sebelumnya ia meminta agar tak ada yang menangis di hari perpisahan kami. Aku menunduk, kesedihan menyergap. Ingin kutatap wajah murobbiku, mencoba menggali harta jiwa yang lain dari raut wajah putihnya.
Seketika aku mengerti, Ia adalah seseorang yang mengajari arti syukur serta mengajariku makna berkorban yang banyak. Ia yang sering berbagi cerita kehidupan, termasuk sesekali bercerita kisah hidupnya sendiri dengan tak sungkan pada kami, adik-adik binaannya. Ada saja pelajaran yang dapat kupetik. Cerita kehidupan yang ternyata membuatnya begitu berbeda dari para murobbiku sebelumnya. Bersamanya aku tumbuh.


“ Kakak pergi, akan ada yang menggantikan, cintailah siapapun orangnya,” ungkapnya. Ada pelukan yang begitu hangat dan erat darinya saat tiba giliranku bersalaman sambil mengatakan kalimat permohonan maaf yang masih sama. Pulang dari perpisahan itu hanya ada diam dan air mata sembari mengulas kenangan bersamanya. Kala senja dengan rinai hujan. Hari itu akhir perjumpaan kami.


VCY.

5 komentar:

Dini Haiti Zulfany said...

was crying when reading this.. remember mine, just like your story, sist...

sisiungu said...

o,yeah?
Murobbi saya itu biasa, namun sesuatu yang ia tinggalkan di hati saya begitu luar biasa :)

Semoga kita tetap istiqomah ya din, dan terus belajar syukur, amin

Dini Haiti Zulfany said...

amiiiin ya Rabb.

Kemarin, Hari Ini & Esok said...

i like this story and other your writing sister...It's very inspirative..thank's for all...

sisiungu said...

arys...
hanya tulisan lepas,
pun banyak belajar darimu..